JANGAN
pernah berkata benci, kotor, atau berpikir busuk. Itu nasihat nenek
saya. "Nanti, kalau ada setan lewat, bisa terjadi sungguhan," katanya.
Saya cuma mesem, cenderung menyepelekan petuah itu. Maklum, di mata
saya, orang sepuh itu suka berpikir aneh, termasuk yang tidak masuk
akal. Pokoknya, ucapan Nenek yang membawa nama setan, jin, dan malaikat
saya ibaratkan angin lalu. Tak perlu digubris. "Ya, sudah, kalau tak
percaya," katanya. Esoknya, petuah serupa diulang lagi, dan diulang
lagi, walau sang cucu selalu menertawakannya.
Belakangan,
"pelajaran" dari Nenek itu ada benarnya, walau tidak mutlak --karena
menyertakan setan, jin, dan malaikat sebagai penyebab. Tampaknya, Nenek
yang buta huruf dan tak mau memaksakan kehendak itu lebih memahami
hidup. Memang, makin berakal seseorang, makin mudah ia memahami alasan
orang lain.
Ternyata, pikiran manusia itu bisa "disetel" sesuai
dengan daya kehendak. Mengumpat disertai kutukan bisa mewujud nyata jika
dilakukan serius. Yang merampas daya itu adalah keraguan. Keraguan
merampas keberanian, harapan, dan optimisme. Berpikir busuk, misalnya,
bisa melecut ketidakserasian. Berpikir buruk itu hanya menyengsarakan
diri. Membuat suasana jadi muram.
Pernah, suatu ketika, famili
saya rekreasi ke Baturaden, Purwokerto, Jawa Tengah. Usai menghirup
udara segar pegunungan, mereka kembali ke kota. Jalanan menurun.
Tiba-tiba, di balik setir mobil terlintas pikiran negatifnya: "Belasan
tahun saya membawa mobil tapi belum pernah merasakan rem blong!"
Belum
sampai 10 menit otaknya berpikir rem blong, rem yang diinjaknya jebol
sungguhan. Kendaraan meluncur deras. Syukurlah, dia tidak panik. Tahap
demi tahap gigi persneling dipindahkan ke gigi kecil. Begitu
terkendalikan, mobil dipinggirkan dan rem tangan ditarik. Ia menghela
napas panjang.
"Kok, berhenti," tanya istrinya. ''Lha, wong
remnya blong," katanya. ''Kok, tidak bilang-bilang?" tanyanya lagi.
Tentu saja tak perlu dijawab. Sebab, jika fakta itu disampaikan,
kepanikan dijamin akan menular ke seluruh penumpang. "Tuhan masih
melindungi kita," ujar dia.
Sebaliknya, pikiran yang positif
dapat menghasilkan sesuatu yang sangat mengagumkan. Ia dapat menguasai
materi, objek, dan urusan. "Ia bahkan dapat bekerja dengan sangat
mengagumkan, yang orang tak dapat menjelaskannya," tulis Hazrat Inayat
Khan.
Pikiran dan perasaan manusia itu memiliki getaran kekuatan.
Ketenangan dan kedamaian hati seorang pawang, misalnya, mampu
menjinakkan singa liar. Pikiran singa itu "terpengaruh" oleh si pawang
yang cinta damai. Begitu pula dalam arena adu gajah di India. Daya pikir
ribuan penonton menghendaki agar hewan itu berkelahi. Keinginan itu
direfleksikan pada hewan hingga menimbulkan kekuatan --sekaligus hasrat
untuk berkelahi.
Ada pula penjinak ular yang bertugas "membujuk"
binatang melata itu keluar dari sarangnya, tanpa musik. Pikiran penjinak
yang direfleksikan pada ular itulah yang menarik ular keluar dari
persembunyian. Ada orang yang mengusir lalat dengan merefleksikan
pikirannya pada makhluk kecil tersebut. Kekuatan yang mempengaruhi
pikiran serangga itu merupakan bukti adanya daya, bukan keistimewaan.
Ada
pula kuda yang mampu memecahkan soal matematika rumit. Jawaban itu
merupakan refleksi pikiran pelatihnya yang diproyeksikan pada pikiran
kuda. Dalam proses mediumistik, suatu gagasan matematika diproyeksikan
pada pikiran kuda. Daya proyeksi dapat ditingkatkan dengan peningkatan
daya kehendak, pemikiran, atau perasaan. Inilah rahasia terbesar
kehidupan.
Bila pikiran tak jelas, misalnya, terganggu atau
terlalu aktif, maka pikiran tidak dapat mengantar refleksi secara utuh.
Pikiran dapat diibaratkan danau. Jika angin bertiup dan air beriak, maka
refleksinya menjadi tidak jelas. Sebaliknya, jika berair tenang, bisa
merefleksikan dengan jelas.
Pikiran adalah permukaan hati, dan
hati adalah kedalaman pikiran. Apa yang datang dari dalam menyentuh
kedalaman, dan yang di permukaan hanya berada di permukaan. Maka, jangan
heran jika dua jiwa yang berhati penuh kasih dan berperasaan halus bisa
berkomunikasi melalui pikiran dan perasaan. Jarak bukan halangan.
Maka,
si Binu yang lama tak bersua, misalnya, tiba-tiba menelepon atau muncul
di depan mata hanya karena "terpikirkan" oleh teman karibnya.
Kebetulan? Tidak! Di dunia ini tak ada sesuatu yang bersifat kebetulan.
Seluruh perilaku pikiran mempengaruhi urusan hidup.
Daya pikir
memang punya efek yang dahsyat. Pikiran yang panas membuat "api" di
sekitarnya, hingga orang-orang di dekatnya terbakar oleh "api" tersebut.
Sebaliknya, pikiran yang tenang dan damai memberi kesejukan pada
orang-orang yang berada dalam ruang lingkupnya.
Tentu, semua
refleksi ini bukan karena ada setan atau malaikat lewat. Di dunia ini,
tiada suatu yang tanpa makna. Juga bukan kebetulan. Tidak sebutir atom
pun yang terlepas dari liputan dan rencana Allah. Hanya karena kita tak
memahami kehidupan di dunia ini, maka kita berada dalam kegelapan.
"Sesungguhnya,
di antara ilmu itu ada yang laksana mutiara tersembunyi, ia tidak
diketahui kecuali hanya oleh orang-orang yang mengenal Allah," kata Nabi
Muhammad SAW.
(disarikan dari Gatra-WY)