Apa yang Harus Kulakukan kalau Orang Tuaku Bertengkar?
Apa yang Harus Kulakukan kalau Orang Tuaku
Bertengkar?
Apakah orang tuamu pernah bertengkar di depanmu? Jika ya, masalahapa yang paling sering mereka ributkan?
□ Uang
□ Tugas rumah tangga
□ Kerabat
□ Kamu
Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan kepada orang tuamu tentangdampaknya atas dirimu? Tulis komentarmu di bawah ini.
․․․․․
KAMU mau tidak mau terpengaruh oleh pertengkaran orang tuamu. Bagaimanapun juga, kamu menyayangi mereka, dan kamu mengandalkan dukungan dari mereka. Akibatnya, kamu mungkin sangat terpukul sewaktu mereka bertengkar. Kamu mungkin sependapat dengan gadis bernama Marie, yang mengatakan, ”Sulit bagiku untuk merespek orang tuaku kalau mereka sendiri sepertinya tidak saling merespek.”
Melihat orang tuamu bertengkar menyadarkanmu akan suatu kenyataan pahit: Mereka tidak sesempurna yang kamu kira. Kenyataan pahit ini bisa menimbulkan berbagai ketakutan. Jika pertengkaran itu sering terjadi atau begitu sengit, kamu mungkin khawatir bahwa perkawinan mereka akan berakhir. ”Kalau mendengar orang tuaku ribut,” kata Marie, ”aku membayangkan bahwa mereka akan bercerai dan aku harus memilih untuk tinggal dengan salah satu di antara mereka. Aku juga takut bahwa aku harus berpisah dengan kakak-adikku.”
Mengapa orang tua bertengkar, dan apa yang perlu kamu lakukan jika ayah dan ibumu cekcok?
Mengapa Orang Tua Bertengkar
Secara umum, orang tuamu mungkin ”saling bersabar dengan kasih”. (Efesus 4:2) Tetapi, Alkitab mengatakan, ”Semua orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah.” (Roma 3:23) Orang tuamu tidak sempurna. Karena itu, jangan heran jika adakalanya kekesalan mereka memuncak dan dilampiaskan dalam bentuk percekcokan.
Ingat pula bahwa kita hidup pada ”masa kritis yang sulit dihadapi”. (2 Timotius 3:1) Tekanan karena tuntutan mencari nafkah, membayar tagihan, dan menghadapi suasana tempat kerja—semua ini menimbulkan banyak ketegangan dalam perkawinan. Dan, jika ayah dan ibu bekerja sekuler, memutuskan siapa yang mengerjakan tugas rumah tangga tertentu dapat menjadi sumber perselisihan.
Yakinlah bahwa jika orang tuamu berbeda pendapat, perkawinan mereka tidak secara otomatis berantakan. Kemungkinan besar, orang tuamu masih saling menyayangi—meskipun mereka berbeda pendapat tentang pokok-pokok tertentu.
Sebagai gambaran: Pernahkah kamu menonton film bersama teman-teman dekatmu dan ternyata pendapatmu berbeda dengan pendapat mereka? Hal itu bisa terjadi. Orang-orang yang akrab sekali pun bisa berbeda pandangan dalam beberapa hal. Demikian pula dengan orang tuamu. Mungkin keduanya khawatir mengenai keuangan keluarga, tetapi masing-masing punya pandangan sendiri tentang anggaran; keduanya ingin merencanakan liburan keluarga, tetapi masing-masing punya konsep yang berbeda tentang rekreasi; atau mereka berdua sangat menginginkan kamu berhasil di sekolah, tetapi masing-masing punya ide yang berbeda tentang cara terbaik untuk memotivasi kamu.
Intinya, bersatu tidak berarti harus selalu sama. Dua orang yang saling mencintai kadang-kadang bisa berbeda pandangan. Meskipun demikian, konflik orang tuamu bisa jadi tidak enak didengar. Apa yang bisa kamu lakukan atau katakan yang akan membantumu bertahan?
Yang Perlu Dilakukan
Tunjukkan Respek. Kita mudah kesal terhadap orang tua yang terus cekcok. Mereka mestinya memberikan teladan—bukan sebaliknya. Namun, memperlakukan orang tuamu dengan tidak hormat, hanya akan menambah ketegangan dalam keluarga. Yang lebih penting, Allah Yehuwa memerintahkan kamu untuk merespek dan menaati orang tuamu—bahkan sewaktu hal itu tidak mudah dilakukan.—Keluaran 20:12; Amsal 30:17.
Tetapi, bagaimana jika hal yang orang tuamu pertengkarkan menyangkut dirimu? Misalnya, katakanlah salah satu orang tuamu tidak seiman. Masalah agama bisa timbul dan kamu harus memihak keadilbenaran bersama orang tua yang takut kepada Allah. (Matius 10:34-37) Selalu lakukan dengan ”lembut dan respek yang dalam”. Teladanmu dalam hal ini mungkin suatu hari akan membantu memenangkan orang tuamu yang tidak seiman.—1 Petrus 3:1, 15.
Tetaplah netral. Apa yang bisa kamu lakukan jika orang tuamu menekan kamu untuk mendukung salah satu pihak dalam soal-soal yang tidak langsung menyangkut kamu? Berupayalah untuk tetap netral. Mungkin kamu bisa dengan sopan menghindar dengan mengatakan begini, ”Aku sayang Mama dan Papa, jadi jangan minta aku untuk berpihak. Masalah ini harus Mama dan Papa bereskan sendiri.”
Komunikasikan. Beri tahu orang tuamu apa yang kamu rasakan karena pertengkaran mereka. Pilih waktu yang kamu anggap lebih mudah bagi mereka untuk mendengarkan dan beri tahukan dengan penuh respek bahwa pertengkaran mereka membuatmu resah, marah, atau bahkan takut.—Amsal 15:23; Kolose 4:6.
Yang Jangan Dilakukan
Jangan sok menjadi penasihat perkawinan. Sebagai remaja, kamu jelas tidak memenuhi syarat untuk menyelesaikan pertengkaran orang tuamu. Sebagai ilustrasi: Bayangkan dirimu sebagai penumpang sebuah pesawat kecil dan kamu mendengar pilot dan kopilotnya berselisih pendapat. Tentu, kamu menjadi cemas. Tetapi, apa yang akan terjadi jika kamu dengan lancang memberi tahu kedua pilot itu cara menerbangkan pesawat atau bahkan mencoba mengambil alih kendali?
Demikian pula, mencoba ’mengambil alih kendali’ dengan ikut campur dalam masalah perkawinan orang tuamu hanya akan memperkeruh keadaan. Alkitab mengatakan, ”Kelancangan hanya menimbulkan perkelahian, tetapi pada orang-orang yang berunding terdapat hikmat.” (Amsal 13:10) Kemungkinan besar, orang tuamu dapat menyelesaikan masalah mereka dengan lebih baik jika mereka berdua merundingkannya.—Amsal 25:9.
Jangan ikut campur. Suara dua orang yang ribut saja sudah cukup memusingkan, apalagi kalau ditambah dengan suara yang ketiga. Kamu mungkin ingin sekali ikut campur, tetapi faktanya ialah penyelesaian masalah mereka adalah tanggung jawab orang tuamu—bukan tanggung jawabmu. Maka, berupayalah mengikuti nasihat Alkitab untuk ”memperhatikan urusanmu sendiri” dalam soal-soal pribadi seperti itu. (1 Tesalonika 4:11) Jangan ikut campur.
Jangan mengadu domba orang tuamu. Beberapa anak malah mendorong orang tua mereka bertengkar dengan mengadu domba mereka. Ketika Mama mengatakan ’tidak boleh’, mereka mempermainkan emosi Papa dan berupaya menekannya agar memberikan izin. Manipulasi yang licik mungkin bisa memberimu sedikit kebebasan, tetapi dalam jangka panjang, itu hanya membuat perselisihan keluarga berlarut-larut.
Jangan biarkan perilaku mereka mempengaruhi perilakumu. Seorang anak muda bernama Peter belakangan sadar bahwa ia menggunakan cara yang tidak Kristen untuk membalas ayahnya yang suka menganiaya. ”Aku ingin menyakiti dia,”kata Peter. ”Aku begitu membencinya karena perlakuannya terhadap Mama, aku, dan adik perempuanku.” Namun, tidak lama kemudian, Peter harus menghadapi konsekuensi sikapnya. Hikmahnya? Perilaku buruk hanya akan memperparah masalah yang kamu hadapi di rumah.—Galatia 6:7.
Tulis di sini pokok-pokok mana dalam pasal ini yang paling perlu kamu upayakan. ․․․․․
Jelaslah, kamu tidak bisa membuat orang tuamu berhenti bertengkar. Tetapi, yakinlah bahwa Yehuwa dapat membantumu menghadapi kekhawatiran akibat pertengkaran mereka.—Filipi 4:6, 7; 1 Petrus 5:7.
Cobalah semampumu untuk menerapkan saran-saran di atas. Pada waktunya, orang tuamu mungkin tergerak untuk benar-benar menyelesaikan masalah mereka. Siapa tahu—mereka mungkin bahkan berhenti bertengkar.
Bagaimana kamu bisa berhasil walaupun dibesarkan dalam keluarga orang tua tunggal?
AYAT-AYAT KUNCI
”Hendaklah ucapanmu selalu menyenangkan.”—Kolose 4:6.
TIPS
Jika orang tuamu kerap bertengkar sengit, dengan penuh respek sarankan agar mereka mencari bantuan.
TAHUKAH KAMU . . . ?
Orang-orang yang saling mencintai masih bisa sewaktu-waktu berbeda pendapat.
RENCANAKU!
Jika orang tuaku mulai bertengkar, aku akan ․․․․․
Jika orang tuaku meminta aku untuk memihak, aku akan mengatakan ․․․․․
Yang ingin kutanyakan kepada orang tuaku tentang pokok ini ialah ․․․․․
MENURUTMU . . .
● Mengapa ayah dan ibu bisa bertengkar?
● Mengapa kamu tidak bisa dipersalahkan atas masalah orang tuamu?
● Pelajaran apa yang kamu dapatkan dengan mengamati tingkah laku orang tuamu?
[Blurb di hlm. 201]
”Dengan menyadari bahwa orang tuaku tidak sempurna dan mereka pun punya berbagai kesulitan seperti aku, aku bisa lebih maklum sewaktu mereka bertengkar.”—Kathy
[Kotak/Gambar di hlm. 206]
Bagaimana jika Orang Tuaku Berpisah?
Jika orang tuamu berpisah, bagaimana kamu bisa bertindak dengan bijaksana meski perasaanmu mungkin tidak karuan? Pertimbangkan saran-saran berikut ini:
● Jangan membangun harapan kosong. Naluri pertamamu mungkin mencoba menyatukan lagi orang tuamu. Anne mengingat, ”Setelah berpisah, orang tuaku kadang-kadang masih sama-sama mengajak kami jalan-jalan. Aku dan kakak perempuanku biasanya saling berbisik, ’Ayo kita lari duluan dan meninggalkan mereka berdua.’ Tapi, aku rasa itu tidak berhasil. Mereka tidak pernah rujuk.”
Amsal 13:12 mengatakan, ”Penantian yang ditangguhkan membuat hati sakit.” Agar kamu tidak menjadi terlalu sedih, ingatlah bahwa kamu tidak bisa mengendalikan apa yang orang tuamu lakukan. Kamu bukan penyebab perpisahan mereka, dan kemungkinan besar kamu tidak bisa mencampuri dan memperbaiki perkawinan mereka.—Amsal 26:17.
● Jangan membenci. Memendam amarah dan kebencian terhadap salah satu atau kedua orang tuamu dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang. Tom mengingat perasaannya ketika berusia 12 tahun, ”Aku marah sekali terhadap ayahku. Aku tidak suka menggunakan kata ’benci’, tetapi aku merasakan dendam yang besar. Aku tidak bisa mengerti bagaimana dia bisa mengaku sayang kepada kami padahal dia meninggalkan kami.”
Namun, perpisahan biasanya tidak sesederhana yang satu bersalah dan yang lainnya tidak bersalah. Faktanya ialah orang tuamu mungkin tidak menceritakan semuanya tentang perkawinan atau perpisahan mereka; mereka sendiri mungkin bahkan tidak mengerti masalahnya. Jadi, jangan menghakimi suatu situasi jika kamu tidak punya gambaran menyeluruh. (Amsal 18:13) Memang, kemarahan sulit dihindari, dan cukup wajar jika kamu merasa sangat sedih untuk sementara waktu. Tetapi, menyimpan kemarahan dan semangat mendendam lama-kelamaan bisa meracuni kepribadianmu. Untuk alasan yang baik, Alkitab memberi tahu kita, ”Jauhilah kemarahan dan tinggalkan kemurkaan.”—Mazmur 37:8.
● Bersikaplah realistis. Bukannya membenci orang tua yang sudah meninggalkan mereka, beberapa anak muda mengikuti sikap ekstrem lainnya dan mengidolakan orang tua yang pergi itu. Seorang pemuda, misalnya, mempunyai ayah yang mencandu alkohol, amoral, berulang kali meninggalkan keluarga, dan akhirnya bercerai. Namun, pemuda ini ingat bahwa, entah mengapa, ia bisa dikatakan memuja ayahnya!
Kekaguman yang tidak masuk akal ini sudah lazim. Di suatu negeri, sekitar 90 persen anak-anak dari orang tua yang bercerai tinggal bersama ibu mereka dan mengunjungi ayah mereka. Jadi, ibulah yang sering kali bertanggung jawab untuk mengurus anak-anaknya setiap hari—termasuk mendisiplin mereka. Dan, meskipun mendapat tunjangan, status ekonomi sang ibu biasanya merosot tajam setelah bercerai. Sebaliknya, status ekonomi sang ayah mungkin melejit. Hasilnya: Mengunjungi Ayah berarti mendapat banyak hadiah dan bersenang-senang! Tinggal bersama Ibu berarti hidup hemat dan banyak aturan. Menyedihkan sekali, beberapa anak muda bahkan meninggalkan orang tua yang Kristen agar bisa tinggal dengan orang tua yang tidak seiman, yang punya lebih banyak uang dan lebih serbaboleh.—Amsal 19:4.
Jika kamu tergoda untuk membuat pilihan seperti itu, pastikan prioritasmu. Ingatlah bahwa kamu membutuhkan bimbingan moral dan disiplin. Itulah pemberian orang tua yang akan sangat mempengaruhi sifatmu dan mutu kehidupanmu
Dikutip dari:http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1102008124
0 komentar