By 20.06

  MERDEKA, sungguh pekikkan itu terdengar diseluruh penjuru tanah air, namun ada berbagai pertanyaan yang menggelitik rasa ingin tahu saya tentang nasionalisme remaja Indonesia, Bagaimanakah masa depan Indonesia di pikiran remaja? Apa benar remaja sekarang tidak nasionalis? Apakah pernah remaja berpikir tentang nasionalisme?


Para penanggap ahli mengungkapkan kurangnya rasa nasionalisme remaja saat ini. Mereka menambahkan, Nasionalisme adalah rasa. Rasa yang mesti diwujudkan. Wujud dari rasa itu kemudian dikembangkan menjadi cinta hingga timbul pertanyaan, Bagaimana mewujudkan rasa cinta pada Indonesia?

Nasionalisme itu warisan. Warisan nasionalisme itu yang tidak diberikan oleh generasi di atas kita, ujar mereka menggebu. “Bagaimana pelajar bisa tenang upacara jika guru juga tidak tenang (mengobrol,-red) saat upacara,” tambah mereka lagi. Ihiks. Nyerempet ke guru nih. Karena, banyak bukti di sekolah, kala upacara misalnya, ada beberapa guru yang setengah hati mengikuti upacara. Bahkan diperhatikan murid, ada yang ngobrol bisik-bisik.

Di sebuah buku yang pernah saya baca dijelaskan bahwa nasionalisme terbagi pada dua macam. Pertama nasionalisme secara simbolik dan nasionalisme secara hakikat. Melaksanakan upacara dan memakai barang-barang dalam negeri adalah wujud nasionalisme secara simbolik. Sedangkan nasionalisme secara hakikat adalah bagaimana menghayati nasionalisme itu sendiri. “Sebagian dari identitas kebangsaan itu bahwa kita adalah Indonesia dan Indonesia adalah kita,”
Ujung dari nasionalisme adalah bagaimana mencintai, mempromosikan, dan memberi pengertian bahwa Indonesia itu ada. Cara berpikir remaja dihidupkan dengan nalar.
Ada pemikiran bahwa remaja belum menempatkan Indonesia sebagaimana mestinya. “Kita adalah bangsa Indonesia yang belum Indonesia. Maka nasionalisme digugah untuk mengindonesiakan Indonesia.”

Life style atau gaya hidup menjadi ‘tersangka’. Kenyataannya banyak remaja yang lebih cinta pada gaya hidup daripada Indonesia. Remaja sekarang suka glamour, kepingin nyeleb, mejeng di mall sehingga lebih hapal seluruh riwayat hidup artis, seperti misalnya Bunga Citra Lestari daripada Bung Karno atau Bung Hatta. Remaja sekarang diam-diam ingin dipeluk artis idola sehingga yang dipikirannya hanya sang artis akibatnya remaja lupa akan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar. Bahkan remaja saat ini tak kenal siapa itu Sultan Mahmud Badaruddin II (pahlawan di gambar uang Rp. 10.000,-red). Saat ditanyakan mereka menjawab, “Tidak tahu” atau “Kayaknya pernah dengar namanya deh.” Sementara itu, ketika disebut nama Afgan dan Ahmad Dhani, semuanya mendongak dan menjerit histeris sebagai bukti cinta pada keduanya.

Apakah kita sudah merdeka?. Pertanyaan itu mengejutkan nalar. Tersadar akan kealpaan, remaja dipaksa kembali mengingat-ingat persoalan yang sudah dan tengah dihadapi Indonesia. Multikrisis termasuk merajalelanya korupsi, ilegal logging, kemiskinan serta harga BBM yang tak pernah turun. Belum lagi masalah antarsuku, antarkampung, bahkan antaragama.
 
Inilah saatnya untuk para generasi muda lebih mengenali bangsanya, tak harus berpakaian kebaya setiap hari, tak harus makan rendang setiap hari, lalu bagai mana caranya? hayati makna Pancasila yang menjadi dasar dari negara kita. Terapakan dalam kehidupan nyata, hindari perselisihan antar suku bangsa, antar umat beragama. Dari hal kecil itulah kita akan dapat mengenali bangsa kita dan perjuangannya. Hidup Anak Indonesia, Hidup NKRI ,Dirgahayu Indonesia Ke-69 Berjayalah Indonesia.

You Might Also Like

1 komentar